Silsilah Keturunan
B
|
eliau adalah Hudzaifah bin Husail bin Jabir
Al 'Absi Al Yamani, Abu Abdillah.[1] Al Yaman, ayah Hudzaifah, adalah Hisl,
dikatakan Husail, orang Makkah dari bani 'Abbas. Oleh karena hutang darah dalam
kaumnya, ia terpaksa menyingkir dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Di sana dia minta
perlindungan pada Bani 'Abd Asyhal dan bersumpah setia pada mereka untuk
menjadi keluarga dalam persukuan Bani 'Abd Asyhal. Kemudian ia kawin dengan
perempuan suku Asyhal. Dari perkawinannya itu lahirlah anaknya, Hudzaifah. Maka
hilanglah halangan yang menghambat Al Yaman untuk memasuki kota Makkah. Sejak itu dia bebas pulang pergi
antara Makkah dan Madinah. Namun begitu, dia lebih banyak tinggal dan menetap
di Madinah.[2] Nama Al
Yaman adalah penamaan dari kaumnya, karena sumpahnya untuk orang-orang Yaman,
sedang mereka adalah kaum ansor.[3]
Awal Keislamannya
Ketika Islam
memancarkan cahayanya ke Jazirah Arab, Al Yaman termasuk salah seorang dari
sepuluh orang Bani 'Abbas untuk menemui Rosulullah SAW dan menyatakan Islam dihadapan
beliau.. Semua itu terjadi sebelum hijrah Rosulullah ke Madinah. Sesuai dengan
garis keturunan yang berlaku di negeri Arab, yaitu menurut garis keturunan
bapak(patriachal), maka Hudzaifah adalah orang Makkah yang lahir dan dibesarkan
di Madinah.
Hudaifah Ibnul Yaman lahir
di rumah tangga muslim, dipelihara dan dibesarkan dalam pangkuan kedua ibu bapaknya yang telah memeluk agama Allah,
sebagai rombongan pertama. Karena itu Hudzaifah telah Islam sebelum ia bertemu
muka dengan Rosulullah SAW.[4]
Periwayatan Hadits
Para sahabat yang meriwayatkan
hadits dari beliau adalah : Abu Wail, Zir bin Hubaisy, Zaid bin Wahab, Rib'i
bin Hirosy, Silah bin Zufir, Tsa'labah bin Zahdam, Abu 'Aliyah Ar Riyayi, Abdurrahman bin Abi Laila, Muslim
bin Nuzair Abu Idris Al Khoulani, Qois bin Ubad, Abul Bakhtari, Na'im bin Abi
Hindi, Hammam bin Harits.
Jumlah hadits yang
diriwayatkan olehnya dalam shohihain adalah 12 hadits. Sedangkan dalam shohih
bukhori 8 hadits, Muslim 17 hadits.[5]
Keistimewaan Hudzaifah
Ibnul Yaman
Rasulullah SAW menilai,
dalam pribadi Hudzaifah Ibnul Yaman terdapat tiga keistimewaan yang menonjol :
Pertama : cerdas tiada bandingan, sehingga ia dapat
meloloskan diri dalam situasi yang
serba sulit.
Kedua : cepat tanggap, berpikir cepat, tepat dan jitu,
yang dapat dilakukannya setiap diperlukan.
Ketiga : memegang rahasia, dan berdisiplin tinggi,
sehingga tak seorangpun dapat mengorek yang dirahasiakannya
Sudah menjadi salah
satu kebijaksanaan Rosulullah, berusaha menyingkap keistimewaan para
sahabatnya, dan menyalurkannya sesuai dengan bakat dan kesanggupan yang
terpendam dalam pribadi masing-masing mereka. Yakni menempatkan seseorang pada
tempat yang selaras.
Kesulitan terbesar yang
dihadapi kaum muslimin di Madinah adalah kehadiran kaumYahudi munafik dan
sekutu mereka, yang selalu membuat isu-isu dan muslihat jahat, yang dilancarkan
mereka terhadap Rasulullah dan para sahabatnya. Maka dalam menghadapi kesulitan
itu Rosulullah mempercayakan suatu yang sangat rahasia kepada Hudzaifah Ibnul
Yaman, dengan memberikan daftar nama orang munafik itu kepadanya. Itulah suatu
rahasia yang tidak pernah bocor kepada siapa pun hingga sekarang, baik kepada
para sahabat yang lain atau kepada siapa saja. Dengan mempercayakan hal yang
sangat rahasia itu, Rosulullah menugaskan Hudzaifah memonitor setiap
gerak-gerik dan kegiatan mereka, untuk mencegah bahaya yang mungkin dilontarkan
mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Dan karena itu, Hudzaifah Ibnul Yaman
digelari oleh para sahabat dengan " Shohibu sirri Rosululloh" (Pemegang
rahasia Rosululloh).
Pada suatu ketika,
Rosulullah memerintahkan Hudzaifah melaksanakan suatu tugas yang amat
berbahaya, dan membutuhkan ketrampilan luar biasa untuk mengatasinya. Karena
itulah beliau memilih orang yang cerdas, tanggap dan disiplin tinggi. Peristiwa
itu terjadi pada puncak peperangan Khondak. Kaum muslimin telah lama
dikepung rapat oleh musuh, sehingga mereka merasakan ujian yang berat, menahan
penderitaan yang hampir tak tertanggungkan, serta kesulitan-kesulitan yang tak
teratasi. Semakin hari situasi semakin gawat, sehingga menggoyahkan hati yang
lemah. Bahkan menjadikan sementara kaum muslimin berprasangka yang tidak wajar terhadap
Allah SWT.
Namun begitu, pada saat
kaum muslimin mengalami ujian berat dan menentukan itu, kaum Quraisy dan
sekutunya yang terdiri dari kaum musyrik, tidak lebih baik keadaannya dari pada
yang dialami kaum muslimin. Karena murka Nya, maka Allah azza wa jalla
menimpakan bencana kepada mereka dan melemahkan kekuatannya. Allah meniupkan
angin topan yang amat dahsyat, sehingga menerbangkan kemah-kemah mereka,
membalikkan periuk, kuali dan belanga, memadamkan api, menyiram muka mereka
dengan pasir dan menutup mata dan hidung mereka dengan tanah.
Pada situasi genting
dalam sejarah setiap peperangan, pihak yang kalah adalah yang lebih dahulu
mengeluh dan pihak yang menang ialah yang dapat bertahan menguasai diri
melebihi lawannya. Maka dalam detik-detik seperti itu, amat diperlukan
informasi secepatnya mengenai kondisi musuh, untuk menetapkan penilaian dan
landasan dalam mengambil putusan melalui musyawarah.
Ketika itulah
Rasulullah membutuhkan ketrampilan Hudzaifah Ibnul Yaman, untuk mendapatkan
info-info yang tepat dan pasti. Maka beliau memutuskan untuk mengirim Hudzaifah
ke jantung pertahanan musuh, dalam kegelapan malam yang hitam pekat.
Hudzaifah bercerita : "Malam
itu kami (tentara muslim) duduk berbaris, Abu Sofyan dengan dua baris
pasukannya kaum musyrikin Makkah mengepung kami sebelah atas. Orang-orang
Yahudi Bani Quraidhoh berada disebelah bawah. Yang kami kuatirkan ialah
serangan mereka terhadap para wanita dan anak-anak kami. Malam sangat gelap.
Belum pernah kami alami gelap malam yang sepekat itu, sehingga tidak dapat
melihat anak jari sendiri. Angin bertiup sangat kencang, sehingga desirnya
menimbulkan suara bising yang memekakkan. Orang-orang lemah iman, dan
orang-orang munafik minta izin pulang kepada Rasulullah, dengan alasan rumah mereka
tidak terkunci. Padahal sebenarnya rumah mereka terkunci.
Setiap orang yang minta
izin pulang, diberi izin oleh Rosululloh, tidak ada yang dilarang atau di tahan
beliau. Semuanya pergi dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kami yang tetap bertahan, hanya tinggal 300 orang.
Rosululloh berdiri dan
berjalan memeriksa kami satu persatu. Setelah beliau sampai ke dekatku, aku
sedang meringkuk kedinginan. Tidak ada yang melindungi tubuhku dari udara
dingin yang menusuk-nusuk, selain sehelai sarung butut kepunyaan istriku, yang
hanya dapat menutupi hingga lutut. Beliau mendekatiku yang sedang menggigil,
seraya bertanya, " Siapa ini ?"
" Hudzaifah ! " jawabku.
"Hudzaifah! Tanya
Rosulullah minta kepastian. Aku merapat ke tanah, sulit berdiri karena sangat
lapar dan dingin.
" Betul, ya
Rosululloh!" jawabku.
"Ada beberapa peristiwa yang dialami musuh,
pergilah engkau ke sana
dengan sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan data-data yang pasti, dan laporkan
kepadaku segera…..!" kata beliau memerintah.
Aku bangun dengan ketakutan
dan kedinginan yang sangat menusuk. Maka mendo'a Rosululloh, "Wahai Allah!
Lindungilah dia, dari hadapan, dari belakang,
kanan, kiri, atas dan dari bawah."
Demi Allah! Sesudah
Rosululloh selesai mendo'a, ketakutan yang menghantui dalam dadaku, dan
kedinginan yang menusuk tubuhku hilang seketika, sehingga aku merasa segar dan
perkasa. Tatkala aku memalingkan diriku dari Rosululloh, beliau memanggilku dan
berkata," Hai, Hudzaifah! Sekali-kali jangan melakukan tindakan yang
mencurigakan mereka sampai tugasmu selesai,dan kembali melapor kepadaku!"
Jawabku, " Saya
siap, ya Rosululloh!"
Lalu aku pergi dengan
sembunyi-sembunyi dan hati-hati sekali, dalam kegelapan malam yang hitam kelam.
Aku berhasil menyusuf ke jantung pertahanan musuh dengan berlagak seolah-olah
aku anggota pasukan mereka. Belum lama aku berada di tengah-tengah mereka,
tiba-tiba terdengar Abu Sufyan memberi komando.
Katanya, " Hai,
pasukan Quraisy! Dengarkanlah aku berbicara kepada kamu sekalian. Aku sangat
kuatir, hendaknya pembicaraanku ini jangan sampai terdangar oleh Muhammad.
Karena itu telitilah lebih dahulu setiap orang yang berada di samping kalian
masing-masing!"
Mendengar ucapan Abu
Sufyan itu, aku segera memegang tangan orang yang di sampingku seraya bertanya,
"Siapa kamu?"
Jawabnya, "Aku si
Anu, anak si Anu!"
Sesudah dirasanya aman,
Abu Sufyan melanjutkan bicaranya, " Hai, pasukan Quraisy! Demi Tuhan!
Sesungguhnya kita tidak dapat bertahan di sini lebih lama lagi. Hewan-hewan
kendaraan kita telah banyak yang mati. Bani Quraidzah berkhianat meninggalkan
kita. Angin topan menyerang kita dengan ganas seperti kalian rasakan. Karena
itu berangkatlah kalian sekarang, dan tinggalkan tempat ini. Sesungguhnya aku
sendiri akan berangkat."
Selesai berkata begitu,
Abu Sufyan langsung mendekati untanya, dilepaskannya tali penambat, lalu
dinaiki dan dipukulnya. Unta itu bangun dan Abu Sufyan langsung berangkat.
Seandainya Rosululloh tidak melarangku melakukan sesuatu tindakan di luar
perintah sebelum datang melapor kepada beliau, sungguh telah kubunuh Abu Sufyan
dengan pedangku.
Aku kembali ke pos
komando menemui Rosululloh. Kudapati beliau sedang sholat di tikar kulit, milik
salah seorang istrinya. Tatkala beliau melihatku, didekatkannya kakinya
kepadaku dan diulurkannya ujung tikar menyuruhku duduk di dekatnya. Lalu ku
laporkan kepada beliau segala kejadian yang kulihat dan kudengar. Beliau sangat
senang dan bersuka cita, serta mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT.
Hudzaifah sangat cermat
dan teguh memegang segala rahasia mengenai orang-orang muafik selama hidupnya.
Sehingga kepada para kholifah sekalipun, yang mencoba mengorek rahasia tersebut
tidak pernah bocor olehnya. Sampai-sampai kholifah Umar bin Khottob RA, apabila
ada orang muslim yang meninggal, dia bertanya, "Apakah Hudzaifah turut
menyolatkan jenazah orang itu?" Jika mereka jawab, ada, beliau turut
menyolatkannya. Bila mereka katakan tidak, beliau enggan menyolatkannya.
Pada suatu ketika,
Kholifah 'Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah dengan cerdik, "Adakah
diantara pegawai-pegawaiku orang munafik?"
Jawab Hudzaifah, "Ada seorang!"
Kata 'Umar, "Tolong
tunjukkan kepadaku, siapa?"
Jawab Hudzaifah,
"Ma'af Kholifah, saya dilarang Rasulullah mengatakannya."
"Seandainya Aku
tunjukkan, tentu Kholifah akan langsung memecat pegawai yang bersangkutan."
kata Hudzaifah bercerita.[6]
Rosulullah SAW pernah
bertanya kepada Hudzaifah, " Tulislah untukku jumlah manusia yang telah
melafalkan keislamannya!" Maka kami menulis untuknya ( bahwa jumlah mereka
) seribu lima
ratus orang.[7]
Hudzaifah
juga juga termasuk tokoh yang memprakarsai keseragaman mushaf Al Qur'an,
sesudah Kitabullah itu beraneka ragam coraknya di tangan kaum muslimin. Dan
Hudzaifah hamba Allah yang sangat takut kepada Allah. Dia takut melanggar
perintah dan larangan Allah, dan sangat takut akan siksa Nya.
Kepemimpinan
dan Jihad Hudzaifah
Hudzaifah menjadi
gubernur Madain pada saat kepemerintahan Umar, sampai terbunuhnya Utsman. Saat
beliau datang ke Madain, mereka berduyun-duyun keluar untuk menyambut
kedatangan wali negeri mereka yang baru diangkat serta dipilih oleh Amirul
Mukminin Umar r.a.
Mereka pergi
menyambutnya, karena lamalah sudah hati mereka rindu untuk bertemu muka dengan sahabat
nabi yang mulia ini, yang telah banyak mereka dengar mengenai kesholehan dan
ketaqwaannya, begitu pula tentang jasa-jasanya dalam membebaskan tanah Irak.
Ketika mereka sedang menunggu
rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncullah di hadapan mereka seorang
laki-laki dengan wajah berseri-seri. Ia mengendarai seekor keledai yang
beralaskan kain usang, sedang kedua kakinya teruntai ke bawah, kedua tangannya
memegang roti serta garam sedang mulutnya sedang mengunyah…!
Demi ia berada
ditengah-tengah orang banyak dan mereka tahu bahwa orang itu tidak lain
Hudzaifah Ibnul Yaman, maka mereka jadi bingung dan hampir-hampir tak percaya.
Tetapi apa yang akan diherankan…? Corak kepemimpinan bagaimana yang mereka
nantikan sebagai pilihan Umar? Hal itu dapat difahami, karena baik di masa kerajaan
Persi yang terkenal itu atau sebelumnya, tak pernah diketahui adanya corak pemimpin
semulia ini.
Hudzaifah meneruskan
perjalanan sedang orang - orang berkerumunan dan mengelilinginya. Dan ketika
dilihat bahwa mereka menatapnya seolah-olah menunggu amanat, diperhatikannya air
muka mereka, lalu katanya, "Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah!
Ujar mereka : "Di
manakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah?
Ujarnya : "Pintu
rumah pembesar! Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengiakan
ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan !"
Suatu pernyataan yang
luar biasa disamping sangat menakjubkan! Dari ucapan yang mereka dengar dari wali
negeri yang baru ini, orang-orang segera beroleh kesimpulan bahwa tak ada yang lebih
dibencinya tentang apa saja yang terdapat di dunia ini, begitu pun yang lebih hina
dalam pandangan matanya dari pada kemunafikan. Dan pernyataan ini sekaligus
merupakan ungkapan yang paling tepat terhadap kepribadian wali negeri baru ini,
serta sistem yang akan ditempuhnya dalam pemerintahan.[8]
Setelah Rasulullah
hijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi beliau bagaikan seorang
kekasih. Hudzaifah turut bersama-sama dalam setiap peperangan yang dipimpinnya,
kecuali pada perang Badar. Karena saat itu beliau sedang pergi sama bapaknya
keluar kota
madinah. Dalam perjalanan pulang, mereka ditangkap oleh orang kafir Quraisy.
Tanya mereka, "Hendak ke mana kalian ?"
Jawab kami, "Ke
madinah!"
Tanya mereka,
"Kalian hendak menemui Muhammad ?"
Jawab kami, "Kami
hendak pulang ke rumah kami Madinah !"
Mereka tidak bersedia membebaskan
kami, kecuali dengan perjanjian bahwa kami tidak akan membantu Muhammad, dan
tidak akan memerangi mereka. Sesudah itu barulah mereka dibebaskan.
Dalam perang Uhud,
Hudzaifah turut memerangi kaum kafir bersama ayahnya, Al Yaman. Dalam peristiwa
itu Hudzaifah mendapat cobaan besar. Dia pulang dengan selamat, tetapi ayahnya
syahid di tangan kaum muslimin sendiri, bukan oleh kaum musyrikin.[9]
Cukuplah sebagai bukti,
ia merupakan orang ketiga atau kelima dalam deretan tokoh-tokoh terpenting pada
pembebasan seluruh wilayah Irak. Kota-kota Hamdan, Rai, dan Dainawar, selesai
pembebasannya di bawah komando Hudzaifah.
Dalam pertempuran besar
Nahawand, orang-orang Persi berhasil menghimpun 150.000 tentara. Amirul
Mukminin Umar memilih Nu'man bin Muqorrin sebagai panglima Islam, sedang kepada
Hudzaifah dikirimnya surat
agar ia menuju tempat itu sebagai komandan tentara Kufah.
Kepada para pejuang itu
Umar kirim surat,
yang isinya : "Jika kaum muslimin telah berkumpul, maka masing-masing
panglima hendaklah mengepalai anak buahnya, sedang yang akan menjadi panglima
besar adalah Nu'man bin Muqorrin. Seandainya ia tewas, maka panji-panji komando
hendaklah dipegang oleh Hudzaifah, kalau ia tewas pula, diganti Jarir bin
Abdillah…"
Amirul Mu'minin masih
menyebutkan beberapa nama lagi, ada tujuh orang yang memegang kepemimpinan
secara berurutan.
Kedua pasukan pun berhadapanlah…. Pasukan Persi berjumlah 150 ribu tentara,
sedang kaum muslimin 30 ribu pejuang. Perang pun berkobar, suatu pertempuran
yang tak ada tolak bandingnya, perang terdahsyat dan paling sengit dikenal oleh
sejarah…!
Panglima besar kaum
muslimin gugur sebagai syahid, tapi sebelum bendera menyentuh tanah, panglima
yang baru telah menyambutnya dengan tangan kanannya, dan angin kemenanganpun
meniup dan menggiring tentara maju ke muka dengan semangat penuh dan keberanian
luar biasa. Panglima baru itu tiada lain Hudzaifah ibnul Yaman.
Bendera segera
disambutnya, dan dipesankannya agar kematian Nu'man tidak disiarkan sebelum
peperangan selesai. Setelah Hudzaifah memegang bendera, ia menerjang pasukan
Persi sambil menyerukan :
"Allahu Akbar, Ia
telah menepati janjiNya, Allahu Akbar, telah dibela tentara Nya"
Lalu diputarlah kekang kudanya ke arah
anak buahnya, dan berseru :
"Hai Umat
Muhammad, pintu-pintu surga telah terbuka lebar, siapa sedia menyambut
kedatangan tuan-tuan….! Jangan biarkan ia menunggu lebih lama….! Ayuhlah wahai
pahlawan-pahlawan Badar…! Majulah pejuang-pejuangUhud, Khondak dan
Tabuk…!"
Dengan ucapan-ucapannya
itu, Hudzaifah telah memelihara semangat tempur dan ketahanan anak buahnya.
Sehingga perang berahir dengan kekalahan pahit bagi pasukan Persi, suatu
kekalahan yang jarang ditemukan bandingannya.
Dialah seorang pahlawan
di bidang hikmat, ketika sedang tenggelam dalam renungan, pahlawan di medan juang, ketika berada di medan laga. Pendeknya ia seorang tokoh dalam
urusan apa juga yang dipikulkan atas pundaknya, dalam setiap persoalan yang
membutuhkan pertimbangannya.[10]
Kesempurnaan
Fikiran dan Jiwanya
Sungguh Hudzaifah telah
dikaruniai fikiran jernih, menyebabkannya sampai pada suatu kesimpulan, bahwa
dalam kehidupan ini sesuatu yang baik itu adalah yang jelas dan gamblang, yakni
bagi orang yang betul-betul menginginkannya. Sebaliknya yang jelek ialah yang
gelap atau samar-samar, dan karena itu orang yang bijaksana hendaklah
mempelajari sumber-sumber kejahatan ini dan kemungkinan-kemungkinannya.
Demikianlah Hudzaifah
RA. terus menerus mempelajari kejahatan dan orang-orang jahat,
kemunafikan dan orang-orang munafik. Berkatalah ia : "Orang-orang
menanyakan kepada Rosulullah saw, tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan
kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya."
Pernah bertanya :"Wahai
Rasululloh, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu
Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini, apakah dibalik kebaikan ini ada
kejahatan?" "Ada"
ujarnya."Kemudian apakah setelah kejahatan masih ada lagi kebaikan?,
tanyaku pula. "Memang, tetapi kabur dan bahaya." "Apa bahaya itu
?"."Yaitu segolongan umat mengikuti sunnah bukan sunahku, dan
mengikuti petunjuk bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu dan
laranglah!" "Kemudian setelah kebaikan tersebut masihkah ada lagi
kejahatan ?" tanyaku pula. "Masih", ujar Nabi, "yakni para
tukang seru di pintu neraka. Barang siapa menyambut seruan mereka, akan mereka
lemparkan ke dalam neraka !
Lalu kutanyakan pada
Rasululloh : "Ya Rasulullah, apa yang harus saya perbuat bila saya
menghadapi hal demikian…?" Ujar Rasulullah: "Senantiasa mengikuti
jama'ah kaum Muslimin dan pemimpin mereka !" "Bagaimana kalau mereka
tidak punya jama'ah dan tidak pula pemimpin ?" "Hendaklah kamu
tinggalkan golongan-golongan itu semua, walaupun kamu akan tinggal di rumpun
kayu sampai kamu menemui ajal dalam keadaan demikian."
Nah, tidakkah anda
perhatikan ucapannya : "Orang-orang menanyakan kepada Rosulullah saw,
tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena
takut akan terlibat di dalamnya…!
Hudzaifah juga pernah
berkata : "Sungguh saya akan membeli agamaku sebagian dengan sebagian
yang lain, karena saya takut akan hilang semuanya."[11]
Hudzaifah Ibnul Yaman
menempuh kehidupan ini dengan mata terbuka dan hati waspada terhadap
sumber-sumber fitnah dan liku-likunya demi menjaga diri dan memperingatkan
manusia terhadap bahayanya. Dengan demikian ia menganalisa kehidupan dunia ini
dan mengkaji pribadi orang serta meraba situasi.
Pengalaman Hudzaifah
yang luas tentang kejahatan dan ketekunannya untuk melawan dan menentangnya,
menyebabkan lidah dan kata-katanya menjadi tajam dan pedas. Hal ini diakuinya
kepada kita secara ksatria, katanya : "Saya datang menemui Rasulullah
saw, kataku padanya :"Wahai Rasulullah, lidahku agak tajam terhadap
keluargaku, dan saya kuatir kalau-kalau hal itu akan menyebabkan saya masuk
neraka." Maka ujar Rasulullah saw : "kenapa kamu tidak beristighfar
?" "Sungguh saya beristighfar kepada Allah tiap hari seratus
kali."
Hudzaifah adalah
sahabat yang imannya teguh dan kecintaanya mendalam. Disaksikan bapaknya yang
telah beragama Islam tewas di perang Uhud, di tangan srikandi Islam
sendiri, yang melakukan kekhilafan karena menyangka, sebagai orang musyrik!
Hudzaifah melihat dari jauh pedang sedang dihujamkan kepada ayahnya, ia
berteriak, "Ayahku … ayahku ….. jangan ia ayahku…" Tapi qadha Allah
telah tiba.
Ketika kaum muslimin
tahu hal itu, merekapun diliputi suasana duka dan membisu. Tetapi sambil
memandangi mereka dengan sikap kasih sayang dan penuh pengampunan, katanya,
"Semoga Allah mengampunu tuan-tuan, Ia adalah sebaik-baik Penyayang."
Kemudian dengan pedang
terhunus ia maju ke daerah tempat berkecamuknya pertempuran dan membaktikan
tenaga serta menunaikan tugas kewajibannya. Akhirnya peperangan pun usailah,
dan berita tersebut sampai ke telinga Rasulullah SAW. Maka disuruhnya membayar
diyat atas terbunuhnya ayahanda Hudzaifah (Husail bin Yabir) yang ternyata
ditolak oleh Hudzaifah, dan disuruh membagikannya kepada kaum muslimin. Hal itu
menambah sayang dan tingginya penilaian Rasulullah terhadap dirinya.[12]
Kisah
Wafatnya
Ketika Hudzaifah sakit
keras menjelang ajalnya tiba, beberapa orang sahabat datang mengunjunginya
tengah malam.
Hudzaifah bertanya
kepada mereka,"Pukul berapa sekarang?"
Jawab
mereka,"Sudah dekat Subuh,"
Kata
Hudzaifah,"Aku berlindung kepada Allah, dari Subuh yang menyebabkan aku
masuk neraka."
Kemudian dia
bertanya,"Adakah tuan-tuan membawa kain kafan?"
Jawab
mereka,"Ada.!"
Kata
Hudzaifah,"Tidak perlu kafan yang mahal. Jika diriku baik dalam penilaian
Allah, Dia akan menggantinya umtukku dengan kafan yang lebih baik. Dan jika aku
tidak baik dalampandangan Allah, Dia akan menanggalkan kafan itu dari
tubuhku."
Sesudah itu dia
mendo'a,"Wahai Allah! Sesungguhnya engkau tahu, bahwa aku lebih suka fakir
dari pada kaya, aku lebih suka sederhana dari pada mewah, dan aku lebih suka
mati dari pada hidup."
Sesudah mendo'a begitu
ruhnya berangkat. Seorang kekasih Allah kembali kepada Allah dalam
kerinduan.Semoga Allah melimpahkam rahmatNya. Beliau menghadap illahi di Madain
setelah kematian Utsman pada tahun 36 hijriyah.[13]
Referensi :
1.
DR.Abdurrahman Ra'fat Basya, Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah shalallahu
'alai wa salam ( Shuwaratum min Hayatis Shahabah ), Media Dakwah
2. Imam
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin 'Utsman Az Zahabi, Siyar A'lam An Nubala,
Darul Fikr,Cet.Pertama, 1417 H / 1997 M.
3. Khalid Muhammad
Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah ( Rijal haular
Rosul ), CV.DIPONEGORO Bandung, Cet.XI, 1995
WASSALAM….
Bekasi,
17 Ramadhan 1426 H
20 Oktober
2005 M
[2]
Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya, Shuwaratum min Hayatis Shahabah, 3 / 53
[3]Imam
Az Zahabi, Siyar A'lam An
Nubala, 4 / 31
[4] Ibid 4 / 34
[5]Imam Az
Zahabi, Siyar A'lam An Nubala, 4 / 31.
[6] Dr.Abdurrahman Ra'fat
Basya, Shuwaratum min Hayatis Shahabah, 3 / 4 – 64. Khalid Muhammad Khalid, Rijal haula Rasul, 238-239
[7] HR. Ahmad, Musnad, 9
/ 23319
[9]Dr.
Abdurrahman Ra'fat Basya, Shuwaratum min Hayatis Shahabah, 3 / 55-56
[11] Dinukil dari Abu
Na'im, Haliyatul Auliya, 1 / 278
[13] Dr. Abdurrahman
Ra'fat Basya, Shuwaratum min Hayatis Shahabah, 3 / 64-65. Khalid
Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup
60 Sahabat Rasulullah, 242-243. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin 'Utsman
Az Zahabi, Siyar A'lam An Nubala, 4 / 35.
No comments:
Post a Comment